PESISIR BARAT LAMPUNG, - Di tengah gempita pembangunan yang diklaim merata di seluruh negeri, sebuah video mengoyak hati warganet. Di Way Haru, sebuah wilayah terpencil di Kabupaten Pesisir Barat, Lampung, puluhan warga tampak bahu-membahu menandu seorang pria yang sedang sakit — menyusuri jalan berlumpur, menyebrangi sungai, dan melewati garis pantai hanya untuk menjangkaunya ke Puskesmas terdekat.
Pria itu adalah Rudi Meilano, Kepala Desa Pekon Bandar Dalam. Ia tengah sakit dan membutuhkan perawatan intensif. Namun tidak akses jalan yang layak memaksa warga harus menandu Rudi menggunakan tandu sederhana dari sebatang bambu dan kayu seadanya.
Perjalanan itu berlangsung selama 6 jam penuh penderitaan, menempuh jarak sekitar 15 kilometer dengan berjalan kaki. Bukan hanya tenaga, tapi nyawa pun dipertaruhkan karena melewati bibir pantai yang memungkinkan di sapu ombak besar.
Way Haru bukanlah satu-satunya desa dalam keterisolasian, Bersama tiga desa lainnya Way Tias, Bandar Dalam, dan Siring Gading , wilayah ini dihuni oleh puluhan ribu jiwa. Namun hingga hari ini, lebih dari tujuh dekade sejak Indonesia merdeka, mereka belum benar-benar merdeka dari keterbelakangan.
Ironisnya, pembangunan jalan yang bisa membuka gerbang harapan terhalang oleh status kawasan hutan milik Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Berkali-kali pemerintah daerah mengajukan izin, namun hasilnya masih kabur, seolah tidak ada yang benar-benar peduli.
Peristiwa seperti ini bukan kali pertama terjadi. Sudah berkali-kali warga Way Haru harus mempertaruhkan segalanya demi mengantar saudara, kerabat, atau tetangga yang sakit. Namun perhatian dari pemerintah provinsi maupun pusat masih sebatas janji dan basa-basi.
Ketika pemerintah sibuk membanggakan infrastruktur dan pencapaian digitalisasi, ada warga Indonesia yang masih harus berjalan kaki berjam-jam menembus lumpur demi bertahan hidup. Ada kepala desa yang harus ditandu karena jalan menuju fasilitas kesehatan tak lebih dari jalur penderitaan.(Mat)